Ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) seringkali hanya dipahami sebagai
sebuah produk yang sudah jadi. Masyarakat menganggap hukum-hukum serta
rumus-rumus fisika atau matematika sebagai sesuatu yang biasa. Sedikit saja
orang yang kemudian mempertanyakan, kapan dan bagaimana sebuah rumus fisika
atau matematika ditemukan. Coba, apakah kamu pernah bertanya (minimal dalam
hati) tentang bagaimana cara kerja dan proses penemuan teknologi seperti
handphone, internet, dan peralatan canggih lainnya? Semoga saja pernah, meski
tidak atau belum berusaha menemukan jawabannya.
Selain kenyataan di atas, pelajaran-pelajaran sains di
sekolah juga seringkali dianggap sebagai sesuatu yang rumit, sulit, dan bahkan
menakutkan. Bukankah begitu? kamu atau kebanyakan dari temanmu mungkin menganggap
bahwa mata pelajaran sains hanya diperuntukkan bagi orang-orang yang memiliki
kecerdasan intelektual yang tinggi. Mitos-mitos tersebut telah berjalan
turun-temurun sehingga membuat generasi muda di Indonesia pada akhirnya memilih
menjauhi dunia sains dan merasa “bangga” hanya menjadi penonton dan penikmat
(konsumen).
Pertanyaannya, bagaimana cara merubah pola pikir masyarakat kita yang keliru tersebut? Bagaimana cara untuk lebih mengakrabkan sains dengan masyarakat?
Kita tahu, bahwa kebanyakan orang masih menganggap bahwa sains hanya bisa dipelajari di laboratorium, dengan peralatan dan bahan-bahan tertentu sebagaimana sering kita saksikan di tayangan-tayangan televisi. Padahal tidak melulu begitu. Sebenarnya, sains bisa pula dipelajari oleh siapa saja, di mana saja, dan kapan saja, melalui berbagai media. Salah satu media yang ampuh untuk mengakrabkan masyarakat dengan sains adalah sastra, khususnya fiksi sains.
Melalui karya-karya fiksi sains, yang di dalamnya dipadukan antara sains dan fiksi, membuat citra sains yang selama ini dianggap berat dan sulit menjadi lebih ringan. Sehingga hal ini akan menarik minat masyarakat yang tadinya menjauhi sains karena menganggapnya sulit.
Fiksi sains bisa menjadi salah satu sarana yang efektif dan komunikatif untuk mengenalkan dan menarik minat masyarakat terhadap dunia IPTEK. Terkadang IPTEK dianggap sebagai sesuatu yang sulit karena orang tidak mengerti dengan istilah-istilah IPTEK yang asing. Tetapi dalam fiksi sains, istilah-istilah IPTEK seringkali lebur dalam cerita, disertai penjelasan-penjelasan yang mudah dipahami. Orang yang ingin memahami cerita terkadang dituntut untuk juga memahami istilah-istilah tersebut.
Tetralogi Laskar Pelangi karya Andrea Hirata, misalnya, di dalamnya banyak kita dapatkan istilah-istilah fisika dan biologi. Meski tidak semua istilah diterangkan dalam catatan-catatan khusus, tetapi istilah-istilah tersebut menjadi akrab bagi pembaca dan pada akhirnya menarik minat mereka terhadap masalah-masalah sains.
Fiksi sains, yang biasanya di dalamnya memuat perkembangan-perkembangan IPTEK telah berperan serta membuat masyarakat mengenal sains lebih dekat tanpa merasa digurui. Kemungkinan-kemungkinan munculnya teknologi masa depan di dalam karya fiksi sains juga bisa memotivasi dalam memelakukan perkembangan dan pemanfaatan IPTEK untuk berbagai kebutuhan.
Fiksi sains juga bisa menjadi sarana belajar tentang kehidupan karena di dalamnya terdapat kisah-kisah tentang kemanusiaan. Sedangkan kehidupan, kita tahu, tidak bisa dipisahkan dari lingkungan atau alam sekitar kita. Siapa yang tidak tahu bahwa membuang sampah di sungai akan berdampak banjir dan kerusakan lingkungan yang lain? Tetapi pemahaman saja tidak cukup untuk mendorong orang merubah prilaku masyarakat yang “jahat” terhadap alam. Di sinilah, fiksi sains mengambil perannya. Sebab lewat karya fiksi, orang diajak bukan saja untuk memahami, lebih dari itu adalah untuk merenungi, sehingga yang muncul kemudian adalah kesadaran yang muncul dari dalam.
Selain lewat fiksi, upaya untuk mensosialisasikan IPTEK memang mesti ditempuh dengan berbagai cara lainnya. Olimpiade sains, lomba-lomba sains, penerjemahan buku-buku IPTEK, dan media (cetak dan elektronik) juga harus turut serta berpartisipasi. Dengan itu, diharapkan masyarakat Indonesia tidak lagi buta dan gagap ilmu pengetahuan dan teknologi.
Claim blog technorati: S7TT4X2AZCTE
Comments