Skip to main content

Latihan Mengembangkan Imajinasi Saintifik

Untuk bisa menulis fiksi sains, paling tidak kamu mesti memiliki imajinasi yang kuat.

Sebagaimana tubuh kita, imajinasi juga harus dilatih untuk meningkatkan kekuatannya. Imajinasi bagi seorang penulis ibarat sebuah bengkel bagi semua gagasan manusia, dan semua gagasan besar yang menguntungkan diperoleh dari bengkel ini. Jika bengkel ini tidak berfungsi dengan baik, maka gagasan yang dihasilkan juga kurang berkualitas. Konsekuensinya, ide yang tidak berkualitas akan menghasilkan keuntungan yang lebih rendah. (Sharma, 2008: 56)

Untuk melatih daya imajinasi sebagai modal menulis fiksi sains, maka kita perlu untuk membiasakan memikirkan sesuatu yang seolah-olah tidak mungkin terjadi. Ketidakmungkinan ini akan membawa kita untuk mengimajinasikan apa saja.

Menurut Einstein, Imajinasi lebih dari sekadar ilmu pasti. Artinya, imajinasi justru melampaui sesuatu yang sudah pasti atau ketidakmungkinan. Imajinasi justru berusaha menghadirkan sesuatu yang orang lain banyak menganggapnya tidak mungin. Dengan imajinasi, segala sesuatu yang tampak tidak mungkin dilakukan menjadi mungkin. Dengan imajinasi inilah segala sesuatu menjadi “nyata”. Ketidakmungkinan mengandung misteri, sehingga membuat kita selalu mencari untuk menguak teka-teki di balik berbagai ketidakmungkinan tersebut. (Muhibbuddin, 2011: 37)

Selain itu kita juga bisa membayangkan sebuah kejadian yang belum terjadi. Misal, membayangkan keadaan dunia 20 atau 100 tahun yang akan datang; membayangkan sebuah penemuan baru yang berdampak besar bagi dunia; membayangkan kehidupan di Venus atau planet lain; membayangkan munculnya spesies baru hasil rekayasa genetika; membayangkan jika bertahun-tahun hujan tidak turun; dan lain sebagainya.

Membayangkan hal-hal semacam itu bukanlah sebuah dosa; justru akan melatih daya pikir dan imajinasi kita. Membayangkan hal-hal seperti disebutkan di atas, akan terasa mengasyikkan dan memancing ide-ide untuk bisa kita tuliskan.

Tetapi perlu diingat kembali bahwa fiksi sains bukanlah hasil dari imajinasi belaka. Imajinasi yang kita kembangkan untuk menulis fiksi sains mesti didukung dengan kaidah-kaidah ilmu pengetahuan. Misalkan, jika kamu ingin menuliskan kehidupan Astronot yang ada di Bulan, maka kamu mesti tahu apakah hukum gravitasi masih berlaku di Bulan ataukah tidak. Kamu juga perlu mengetahui tentang teknologi-teknologi yang digunakan oleh seorang astronot; tentang pakaiannya, bagaimana mereka makan, dan lain sebagainya.

Jika tidak demikian, maka bisa jadi apa yang kita tulis tidak tergolog sebagai fiksi sains, melainkan fiksi fantasi. Dalam fiksi fantasi orang bisa terbang dengan sapu ajaib, Astronot tidak membutuhkan teknologi, cukup memakai jaket kulit dan makan nasi setiap hari. Oleh sebab itu, kita perlu mempelajari dasar-dasar sains untuk melandasi imajinasi kita.

Comments

Popular posts from this blog

Sinopsis Novel Area X karya Eliza V Handayani

Judul    : Area-X: Hymne Angkasa Raya Pengarang     : Eliza V. Handayani Penerbit     : Dar! MIZAN, Bandung Tebal     : xxiv + 368 halaman Cetakan    : I, Juli 2003 Yudho dan Rocky adalah mahasiswa Pascasarjana Ilmu Komputer. Pada September 2015 mereka melakukan penyusupan di Area-X.  Area-X (baca area sepuluh), dalam novel ini merupakan salah satu area yang berfungsi sebagai pusat penelitian IPTEK mutakhir di Indonesia. Kabarnya, Area-X dibangun dengan dalih untuk kepentingan rakyat. Tetapi Area-X disinyalir menyimpan misteri dan beredar kabar bahwa di tempat itu sedang diadakan penelitian berbahaya dan illegal. Yudho dan Rocky ingin mencari tahu apa sebenarnya yang dilakukan para peneliti di tempat tersebut. Setelah menyusun siasat, akhirnya Yudho dan Rocky berhasil masuk ke dalam Area-X. Tetapi naas, keberadaan mereka diketahui penjaga. Akibatnya Rocky terjebak dan menghembuskan nafas terakhirnya, sementara Yudho sendiri berhasil kabur. Kematian Rocky membuat Yudho dibenci

Ulasan Novel Area X

Ulasan Novel Area X - Sebelum terbit dalam bentuk novel mula-mula Area X adalah naskah film yang memenangi Lomba Penulisan Film/ Video tahun 1999. Kemudian Eliza menjadikannya novel dan dipublikasikan secara bersambung di Majalah Horison sisipan Kakilangit, 9 edisi berturut-turut dari Januari-September 2001. Lalu, sambil kuliah di Universitas Wesleyan, Amerika Serikat, Eliza menyempurnakan novel ini. Eliza V. Handayani terlihat begitu serius dalam mengerjakan novel ini. Berdasarkan pengakuan dari penulisnya sendiri, novel ini ditulis dengan menggunakan rujukan sejumlah 33 buku, jurnal, dan buletin (terbitan 1975-2002), meliputi astronomi, astrobiologi (ilmu bintang, ilmu biologi), sains dan teknologi, ufologi (ilmu benda angkasa tak terindentifikasi) juga studi tentang minyak bumi. Eliza menggunakan leterarur tersebut untuk menguatkan cerita dan supaya novelnya bisa dipertanggungjawabkan. Banyak kalangan sastra memuji novel ini. Di antaranya adalah Budi Darma. Di sampul novel,

Pengertian Prosa Fiksi Sains

Istilah prosa fiksi sains terdiri dari tiga kata, yakni “prosa”, “fiksi” dan “sains.” Fiksi sains sendiri sering pula disebut sebagai fiksi ilmiah atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah science fiction (sering disingkat Sc-Fi ). Secara bahasa “prosa” diartikan sebagai karangan bebas. Sedangkan “fiksi” biasa diartikan sebagai cerita rekaan. Aminuddin (2002: 66) mengartikan prosa fiksi sebagai kisahan atau cerita yang diemban oleh palaku-pelaku tertentu dengan pemeranan, latar serta tahapan dan rangkaian cerita tertentu yang bertolak dari hasil imajinasi pengarangnya sehingga menjalin suatu cerita. Contoh dari prosa fiksi adalah cerita pendek, novel, dongeng, dan jenis-jenis prosa lain yang sifatnya adalah cerita rekaan. Dalam Kamus Istilah Sastra (Zaidan, Abdul Rozak, Anita K. Rustapa, Hani'ah, 2004: 51) fiksi sains disamakan dengan cerita rekaan ilmu. Fiksi sains memiliki bentuk kisahan yang alur, tema, dan latarnya disajikan secara imajinatif, berdasarkan pengetahuan